1Politik Dalam Ajaran Islam. 1.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR KEKUASAAN POLITIK DALAM ISLAM. 1.1.1 Kewajiban untuk Menunaikan Amanah. 1.1.2 Perintah Menetapkan Hukum dengan Adil. 1.1.3 Perintah untuk Taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri. 1.1.4 Kembali kepada Al-quran dan as-Sunnah. 1.2 KRITERIA PEMEGANG KEKUASAAN POLITIK YANG BAIK. Islam 2000:102 bahwa "Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu". Dari dua pengertian tersebut ada beberapa hal penting yang harus Dalamkonteks ini, terdapat pengakuan Allah sendiri yang memberikan panduan bagaimana manusia harus berkomunikasi, dan manusia wajib mengikuti prinsip-prinsip komunikasi tersebut. Dengan kata lain, sistem komunikasi Islam didasarkan atas ideologi atau ajaran Islam itu sendiri, yang sering disebut pandangan hidup dan jalan hidup ( Ad-din ). Ciripokok keenam masyarakat Islam adalah keadilan dan menegakkan keadilan 2. Ciri pokok ketujuh adalah keseimbangan Yang disebutkan di atas adalah beberapa ciri pokok sering juga di sebut sendi-sendi pokok masyarakat Islam yang ideal yang ditentukan Allah dan di jelaskan Nabi-Nya. Agar memiliki kekuatan yang cukup, maka kontrol itu harus 10 pertanyaan dan jawaban tentang berbakti kepada orang tua. Mas Pur Follow Seorang freelance yang suka membagikan informasi, bukan hanya untuk mayoritas tapi juga untuk minoritas. Hwhw! Home » Agama » Pengertian Adil Menurut Agama Islam Lengkap Juli 26, 2018 2 min readPengertian Adil – Adil artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya ialah tidak memihak antara satu dengan yang lain. Meurut istilah, adil adalah menetapkan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Dengan demikian keadilan berarti bertindak atas dasar kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa dari berlaku adil berarti, memutuskan suatu perkara disesuaikan dengan amal perbuatan seseorang tanpa memandang rakyat atau pejabat, miskin atau kaya, siapa yang bersalah harus dihukum. Karena Allah swt. yang Mahaadil memberi hukum kepada hamba-Nya disesuaikan dengan kemampuannya dan di dalam menjatuhi atau memutuskan hukuman disesuaikan dengan apa yang pernah pemimpin dan hakim, Rasulullah menegakkan keadilan dengan sebaik-baiknya. Hal ini beliau contohkan dalam hadis yang artinya “Jika sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.“ Bukhari.Di dalam Hadis yang lain beliau bersabda yang artinya “Sesungguhnya Allah beserta para hakim selama hakim itu tidak curang, apabila ia telah curang Allah pun menjauh dari hakim itu mulailah setan menjadi teman yang erat bagi hakim itu.“ at-Tirmidzi.Dari keterangan contoh hadis diatas, jelaslah bahwa keadilan merupakan sendi pokok ajaran Islam yang harus di tegakkan. Dengan ditegakkannya keadilan dalam segala hal, akan menjamin segala urusan menjadi lancar. Sebaliknya, apabila keadilan dikesampingkan dan diabaikan akan berakibat perpecahan dan kehancuran di kalangan IsiManfaat Berperilaku AdilMacam-macam Perilaku AdilCara Menunjukkan Sikap Adil Kepada Orang lainKeutamaan Orang yang Berbuat AdilManfaat Berperilaku AdilManfaat dan keutamaan dari orang yang berlaku adil, antara lain sebagai berikut. Membuat orang disenangi sesamanya. Memberi ketenangan dan ketentraman hidup. Mendatangkan rida dari Allah karena telah mengerjakan perintah-Nya. Mendapatkan pahala di akhirat kelak. Mmeningkatkan semangat Perilaku AdilBerlaku adil dapat diklasifikasikan kepada 4 bagian, yaitu Berlaku adil kepada Allah swt., yakni menjadikan Allah satu-satunya Tuhan yang memiliki kesempurnaan. Kita sebagai makhluk-Nya harus senantiasa tunduk dan patuh pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Berlaku adil terhadap diri sendiri, yakni menenpatkan diri pribadi pada tempat yang baik dan benar. Diri kita harus terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan keselamatan, tidak menganiaya diri sendiri dengan menuruti hawa hafsu yang akibatnya dapat mencelakakan dir sendiri. Berlaku adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada tempat dan perilaku yang sesuai, layak, benar, memberikan hal orang lain dengan jujur dan benar, serta tidak menyakiti dan merugikan orang lain. Berlaku adil terhadap makhluk lain, yakni memberlakukan makhluk Allah swt. yang lain dengan layak dan sesuai dengan syariat islam dan menjaga kelestarian dengan merawat dan menjaga kelangsungan dengan tidak sikap adil terhadap orang lain dapat dilakukan dengan berbagai hal, contohnya sebagai berikut. Patuh terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Memberikan rasa aman kepada orang lain dengan sikap ramah dan santun. Menciptakan suasana aman, edukatif, dan rukun. Bila bermitra harus saling menguntungkan dan bermanfaat bagi seluruh manusia dan makhluk serta dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Tidak angkuh, sombong, kikirm boros, iri dan dengki dalam bergaul dengan sesama manusia. Selalu berprasangka baik terhadap orang disekitarnya. Selalu berbuat kebajikan dan tolong-menolong terhadap sesama khususnya kepada fakir miskin dan anak yatim piatu. Selalu berpikir dengan benar sebelum bertindak dan berbuat. Tidak pilih kasih dalam itu, do’a orang yang berlaku adil tidak akan ditolak oleh Allah swt. Nabi bersabda yang artinya “Tiga orang yang tidak ditolak doanya orang yang sedang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang teraniaya, Allah mengangkat do’a mereka ke atas awan dan dibuka untuk do’a itu segala pintu langit. Seraya Allah swt. berfirman Demi kebesaran-Ku sesungguhnya Aku akan menolong engkau walau pertolongan-Ku Aku berikan pada masa kelak. “ AhmadKeutamaan Orang yang Berbuat AdilOrang yang melakukan keadilan mempunyai keutamaan sebagai Terhadap diri sendiri, dapat seimbang antara Do’a denga usahanya. Karunia dengan ibadahnya. Dunia dengan Terhadap orang lain, memperlakukan manusia sebagaimana mestinya dan memandang sama serta memerhatikan kewajiban dan Menciptakan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Sebab, menegakkan keadilan berarti menegakkan hukum perundang-undangan, peraturan dan tata adil hendaknya meliputi segala aspek kehidupan, baik hukum, hak dan kewajiban, maupun dalam hal bergaul. Bahkan dalam berbicara pun hendaknya bersikap adil. Apabila keadilan telah tertanam dan dijalankan oleh setiap manusia dalam segala aspek kehidupan, ketenangan, dan kebahagiaan akan dapat dirasakan oleh semua lapisan sesuatu yang menyimpang dari keadilan berarti berbuat zalim aniaya. Sedangkan penganiayaan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, penganiayaan termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama dan tidak disukai oleh Allah swt. Kita dilarang berbuat zalim dan diperintahkan berbuat adil. Berbuat adil itu harus meliputi segala hal, baik dalam perkataan maupun perbuatan, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun lingkungan. Oleh KH Abdurrahman WahidSalah satu ketentuan dasar yang dibawakan Islam adalah keadilan, baik yang bersifat perorangan maupun dalam kehidupan politik. Keadilan adalah tuntutan mutlak dalam Islam, baik rumusan “hendaklah kalian bertindak adil” an ta’dilû maupun keharusan “menegakkan keadilan” kûnû qawwâmîna bil qisthi, berkali-kali dikemukakan dalam kitab suci Al-Qur'an. Dengan meminjam dua buah kata sangat populer dalam peristilahan kaum muslimin di atas, UUD 45 mengemukakan tujuan bernegara menegakkan keadilan dan mencapai kemakmuran. Masyarakat adil dan makmur merupakan tujuan bernegara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Kalau negara lain mengemukakan kemakmuran dan kemerdekaan prosperity and liberty sebagai tujuan, maka negara kita lebih menekankan prinsip keadilan dari pada prinsip kemerdekaan demikian, sangat mengherankan jika kita sekarang lebih mementingkan swastanisasi/privatisasi dalam dunia usaha, daripada mengembangkan rasa keadilan itu sendiri. Seolah-olah kita mengikuti kedua prinsip kemakmuran dan kebebasan itu, dan dengan demikian kita kehilangan rasa keadilan kita. Sikap dengan mudah menentukan kenaikan harga BBM -yang kemudian dicabut kembali-, menunjukkan hal itu dengan jelas, kalau kita tidak berprinsip keadilan. Tentulah kenaikan harga itu harus menunggu kenaikan pendapatan, bukan sebaliknya. Bukankah dengan demikian, telah terjadi pengambilalihan sebuah paham dari negeri lain ke negeri kita yang memiliki prinsip lain, sesuai dengan ketentuan UUD 45? Adakah kapitalisme klasik yang melindungi kaum lemah, dengan akibat mereka harus dihilangkan begitu saja dalam kehidupan kita sebagai bangsa? Bukankah yang dimaksudkan oleh para pendiri negeri kita, adalah bentuk pemerintahan yang melindungi kaum lemah?Jelaslah dengan demikian, antara ketentuan dalam UUD 45 dan kebijakan pemerintah, terdapat kesenjangan dan perbedaan yang sangat menyolok. Dapat dikatakan, kebijakan pemerintah di bidang ekonomi tidaklah didasarkan pada konstitusi. Dengan demikian dapat disimpulkan, ketentuan UUD ditinggalkan karena keserakahan beberapa orang saja yang menginginkan keuntungan maksimal bagi diri dan golongan mereka saja. Ini adalah sikap dan kebijakan pemerintah yang harus dikoreksi oleh masyarakat dengan tegas. Keengganan kita untuk melakukan koreksi itu, hanya akan mengakibatkan kebijakan dan sikap pemerintah yang lebih jauh lagi menyimpang dari ketentuan UUD pun pemerintah bersikap lapang dada dan menerima kritikan atas penyimpangan dari UUD 45 itu, sebagai sebuah masukan yang konstruktif. Kita memiliki UUD 45 yang harus diperhatikan dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Kalau ingin menyimpang dari ketentuan konstitusi itu, maka konstitusi harus diubah melalui pemilu yang akan datang. Seperti halnya pengamatan Jenderal Purn. Try Soetrisno, bahwa rangkaian amandemen yang diputuskan sekarang telah menjadikan sistem politik kita benar-benar liberal, yang berdasarkan pemungutan suara terbanyak saja. Tentu ini harus dikoreksi dengan amandemen UUD lagi, karena hak minoritas harus dilindungi.*****Dalam memahami perubahan-perubahan sosial yang terjadi, kita juga harus melihat bagaimana sejarah Islam menerima hal itu sebagai sebuah proses dan melakukan identifikasi atas jalannya proses tersebut. Dalam hal ini, penulis mengemukakan sebuah proses yang kita identifikasikan sebagai proses penafsiran kembali reinterpretasi atas ajaran-ajaran agama yang tadinya dianggap sebagai sebuah keadaan yang “normal”. Tanpa proses penafsiran ulang itu tentunya Islam akan sangat sempit memahami ayat-ayat al-Qur’an. Seperti misalnya “Hari ini telah Ku-sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Ku-sempurnakan pemberian nikmat-Ku dan Ku-relakan bagi kalian Islam sebagai agama al-yauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu alaikum ni’mati wa radlîtu lakumul islâma dînan" QS al-Maidah [5]3. Ayat tersebut menunjukkan Allah menurunkan prinsip-prinsip yang tetap seperti daging bangkai itu haram, sedangkan hukum-hukum agama fiqh/canon laws terus-menerus mengalami perubahan dalam terkenal dalam hal ini hukum agama fiqh mengenai Keluar Berencana KB, yang bersifat rincian dan mengalami perubahan-perubahan. Dahulu, pembatasan kelahiran sama sekali ditolak, padahal waktu itu ia adalah satu-satunya cara untuk membatasi peningkatan jumlah penduduk. Dasarnya adalah campur-tangan manusia dalam hak reproduksi manusia di tangan Tuhan sebagai sang pencipta. Namun, kemudian manusia merumuskan upaya baru untuk merencanakan kelahiran tanzîm al-nasl atau family planning sebagai ikhtiar menentukan jumlah penduduk sebuah negara pada suatu waktu. Dengan demikian, dipakailah cara-cara, metoda, alat-alat dan obat yang dapat dibenarkan oleh agama, seperti pil KB, kondom dan sebagainya. Penggunaan metoda dan alat-alat tersebut sekarang ini, dilakukan karena ada penafsiran kembali ayat suci dalam upaya mengurangi jumlah kenaikan penduduk dari pembatasan kelahiran birth control ke perencanaan keluarga family planning.Contoh sederhana di atas, menunjukkan kepada kita, dengan jelas, betapa pentingnya proses penafsiran ulang tersebut. Tanpa kehadirannya, Islam akan menjadi agama yang mengalami “kemacetan” dan menyalahi ketentuan agama itu sendiri yang tertuang dalam ucapan “Islam sesuai untuk segenap tempat dan masa“ al-Islâm yasluhu li kulli makânin wa zamânin. Dengan demikian jelaslah, agama yang dibawakan Nabi Muhammad SAW itu pantas dinyatakan sebagai sesuatu yang sempurna, karena hanya pada hal-hal prinsip saja Islam bersifat tetap, sedangkan dalam hal-hal rincian dapat dilakukan penafsiran ulang kalau telah memenuhi persyaratan-persyaratan untuk itu.*****Dalam hal ini, kita lalu teringat pada konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin/lemah untuk memperbaiki nasib mereka sendiri dalam sejarah manusia yang terus mengalami perubahan sosial. Secara umum, Islam memperhatian susunan masyarakat yang adil dengan membela nasib mereka yang miskin/lemah, seperti terlihat pada ayat suci berikut; “Apa yang dilimpahkan dalam bentuk pungutan fa’ i oleh Allah atas kaum penduduk sekitar Madinah, maka harus digunakan bagi Allah, utusan-Nya, sanak keluarga terdekat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, para peminta-minta/pengemis dan pejalan kaki di jalan Allah. Agar supaya harta yang terkumpul itu tidak hanya berputar/beredar di kalangan orang-orang kaya saja di lingkungan kalian”. Ma afâ-a Allâhu ala rasûlihi min ahl al-qurâ fa li-Llâhi wa lir rasûli wa li dzil qurbâ wal yatâmâ wal masâkini wa ibnis sabil, kailâ yakûna dûlatan bainal aghniyâ minkum" QS al-Hasyr [59]7.Konsep mengenai susunan masyarakat seperti dikemukakan oleh ayat suci di atas, menunjukkan dengan jelas watak struktural dari bangunan masyarakat yang dikehendaki Islam, baik yang dicapai melalui perjuangan struktural seperti dikehendaki Sosialisme dan Komunisme maupun tidak, haruslah senantiasa diingat oleh para pemimpin gerakan Islam saat ini. Jika hal ini diabaikan, maka sang pemimpin gerakan Islam hanya akan menjadi mangsa pandangan yang memanfaatkan manusia untuk kepentingan manusia lain exploitation de l’home par l’home. Jelas, sikap seperti itu berlawanan dengan keseluruhan ajaran Islam sebagai agama terakhir bagi manusia. Karenanya, mereka yang memperebutkan jabatan atau menjalankan KKN dalam mengemban jabatan itu, mau tidak mau harus berhadapan dengan pengertian keadilan dalam Islam, baik bersifat struktural atau non-struktural?Dengan demikian jelaslah, bahwa telah telah terjadi pergeseran pemahaman dan pengertian dalam Islam mengenai kata “keadilan” itu sendiri. Dalam proses memahami dan mencoba mengerti garis terjauh dari kata idilû’ atau al-qist’ itu sendiri, lalu ada sementra pemikir muslim yang menganggap, sebaiknya digunakan kata “keadilan sosial” social justice dalam wacana kaum muslimin mengenai perubahan sosial yang terjadi. Kelompok ini, yang menginginkan pendekatan struktural dalam memahami perubahan sosial itu. Namun pada umumnya masih berfungsi wacana dari sebagian besar adalah para pemikir saja, bukannya pejuang/aktifis masyarakat. Tetapi, lambat-laun akan muncul para aktifis yang menggunakan acuan struktural itu, dan dengan demikian mengubah keseluruhan watak perjuangan kaum muslimin. Implikasinya akan muncul istilah “muslim revolusioner” dan lawannya yaitu “muslim reaksioner”. Memang mudah merumuskan perjuangan kaum muslimin itu, namun sulit memimpinnya, bukan?Tulisan ini pernah dimuat di "Memorandum" dan dimuat ulang dalam buku "Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi" karya KH Abdurrahman Wahid Jakarta, The Wahid Institute, 2006, halaman 168 Dalam tulisan-tulisan terdahulu, tampak jelas bahwa Islam tidak mementingkan bentuk kelembagaan, melainkan fungsi-fungsi lembaga. Karena itu, Islam tidak mengenal konsep tentang negara, melainkan tentang fungsi-fungsi negara. Dengan demikian, sebuah konsep negara bangsa nation-state menjadi sama nilainya dengan negara Islam. Pentingnya fungsi tersebut, akan dibicarakan dalam tulisan ini. Karenanya, prinsip pentingnya fungsi harus sudah dimiliki ketika membahas tulisan ini, tidak berarti Islam memusuhi konsep negara agama, termasuk konsep tentang Negara Islam, melainkan hanya menunjukkan betapa bentuk negara bukanlah sesuatu yang esensial dalam pandangan Islam, karena segala sumber-sumber tekstual adillah naqliyah tidak pernah membicarakan bentuk-bentuk negara. Yang selalu dibicarakan adalah berbagai fungsi dari sebuah negara, dan ini mengaharuskan kita untuk membuat telaahan secara mendalam mengenai konsep Negara Islam tersebut. Tanpa telaahan yang mendalam, kita akan bertindak gegabah dan bersikap emosional dalam menyusun konsep tersebut. Hal ini nyata-nyata bertentangan dengan petunjuk tekstual itu sendiri. Kitab suci Al-qur’an telah berfirman “bertanyalah kepada yang mengerti, jika kalian tidak mengetahui masalah yang dibicarakan” fa al-as’aluu ahla al-dzikri in kuntum laa ta’lamuun.Sikap ini, harus di ambil dan dimiliki kaum muslimin, jika mereka ingin menegakkan agama dan menjunjung tinggi ajaran-ajaran-Nya. Sikap emosional itu sendiri, dalam jangka panjang akan sangat merugikan, sedangkan dalam jangka pendek akan menambah keruwetan dalam perjuangan kaum muslimin sendiri. Ini bukan berarti penulis menentang gagasan adanya partai Islam, bahkan menegaskan bahwa parai-partai tersebut harus membuat telaahan tentang Negara Islam, hingga gagasan tersebut benar-benar dapat diterima oleh akal yang sehat dan oleh hati nurani kita sendiri. Hanya dengan sikap seperti itulah, perjuangan kaum muslimin akan membawa hasil yang diharapkan, dan mampu membawa kaum muslimin tersebut kepada pemenuhan tujuan yang diharapkan “negara yang baik, penuh dengan pengampunan Tuhan” baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.*****Salah satu fungsi negara dalam pandangan Islam, adalah menegakkan keadilan. Firman Allah dalam kitab suci Al-qur’an berbunyi; “wahai orang-orang yang beriman, tegakkah keadilan dan jadilah saksi bagi Allah, walaupun mengenai diri kalian sendiri” yaa ayyuha al-ladzina amanuu kuunu qawwamiina bi al-qishti syuhada’a lillahi walau ala anfusikum. Jelas di sini, yang diminta adalah fungsi keadilan, bukannya bentuk penyelenggaraan keadilan oleh dari ayat ini, Islam lebih mementingkan penyelenggaraan keadilan, dan bukan bentuknya. Adakah keadilan itu mengambil bentuk ditetapkannya hukuman-hukuman pidana, ataukah berupa tender yang independen dan bebas dari permainan orang dalam insider’s trading, tidaklah menjadi persoalan benar. Yang terpenting adalah berfungsinya keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang harus dipegangi oleh umat Islam dalam menegakkan negara, jika diinginkan kesejahteraan bersama dapat diraih oleh seluruh warga agak menyimpang dari pembahasan pokok ayat ini, dapat dikemukakan pendapat Al-athmawi, mantan ketua Mahkamah Agung MA Mesir, bahwa Hukum Pidana Islam mengenal prinsip menghindari dan menghukum deterrence and punishment terhadap/atas pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi, karenanya setiap hukum yang memuat pinsip ini, termasauk hukum Pidana Barat Napoleonic Criminal Law yang berlaku di Mesir saat ini, sudah berarti melaksanakan hukum Pidana Islam tersebut. Memang, terjadi perdebatan sengit tentang pendapat Al-athmawi tersebut, tetapi penjelasan di atas menunjukkan besarnya kemungkinan yang dikandung oleh firman Allah di atas dalam penyelenggaraan negara yang sesauai dengan prinsip-prinsip demikian, menjadi jelas bahwa dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, yang terpenting adalah bagaimana keadilan itu dapat diwujudkan, bukannya bentuk negara yang diinginkan. Maka, jelaslah Islam lebih mementingkan fungsi dan bukan bentuk negara, suatu hal yang sering kita lupakan. Karenannya, pembahasan kita selanjutnya lebih baik ditekankan pada fungsi penyelenggaraan pemerintahan dari pada bentuk negara yang diinginkan.*****Strategi yang demikian sederhana, ternyata tidak dimengerti banyak orang. Apakah sebabnya? Karena orang lebih mementingkan formalitas sesuatu dari pada fungsinya. Tetapi, Islam juga mempunyai formalitas lain, yaitu pentingnya permusyawaratan/rembugan. Kitab suci Al-qur’an menyatakan; “dan persoalan mereka haruslah di musyawarahkan oleh mereka sendiri” wa amruhum syura bainahum, berarti secara formal Islam mengharuskan adanya demokrasi. Dalam sistem demokratik yang sebenarnya, suara penduduk yang memilih voter’s voice yang menentukan, dalam adagium bahasa latin disebutkan “vox populi vox dei” suara rakyat adalah suara Tuhan, jelas menunjukkan betapa penting arti demokrasi bagi Islam. Kalau rakyat memilih bukan partai Islam yang memerintah, dengan sendirinya formalitas keadilan juga ikut hal demikian, maka partai-partai Islam dan kaum muslimin haruslah menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ajaran Islam, bukannya bentuk lahiriyyah. Dari pembahasan singkat tentang fungsi keadilan yang harus terwujud dalam pemerintahan sebuah negara, menjadi nyata bagi kita bahwa mereka yang tidak menginginkan Negara Islam, tetapi menuntut pelaksanaan keadilan yang nyata dalam kehidupan, berarti telah melaksanakan ajaran Islam. Karena itu, kita harus mementingkan arti penyelenggaraan keadilan dalam kehidupan kita, sebagai amanat yang harus kita perjuangkan habis-habisan. Justru mereka yang mementingkan formalitas Hukum Islam tetapi melupakan penyelenggaraan keadilan ini, harus dipertanyakan sudah memperjuangkan ajaran Islam-kah atau belum? Sederhana bukan?Duta Masyarakat, 1/6/2002 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID vETDHn-hqu6q0Jj-TxsqG83ycIVHB0zninKmiGatNMw53T6YrWrdtA==

keadilan itu sendiri adalah sendi pokok ajaran islam yang harus